Direksi BUMN dalam melakukan transaksi dan/atau investasi guna mencapai pendapatan (revenue) dan pertumbuhan (growth) Perseroan dapat dihadapkan kepada situasi yang dilematis yang menimbulkan keragu-raguan dalam mengambil keputusan. Hal ini diakibatkan karena tumpang-tindihnya pengaturan tentang keuangan negara dalam berbagai ketentuan perundang-undangan pada saat mengidentifikasi atau pun menafsirkan kerugian bisnis.
Sejatinya UU Perseroan Terbatas melindungi direksi dari pertanggungjawaban atas setiap tindakan yang mengakibatkan timbulnya kerugian perseroan, sepanjang tindakan tersebut dilakukan dengan itikad baik, dengan kehati-hatian yang wajar, serta untuk kepentingan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Konsep ini dikenal sebagai doktrin Business Judgment Rule (BJR).
Pada Pasal 97 ayat (5) UU Perseroan Terbatas dinyatakan, “Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian Perseroan apabila dapat dibuktikan: (a) Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; (b) Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; (c) Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan (d) Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Pada kenyataannya, jika dihadapkan pada fakta yang terjadi dalam tatanan praktis terkait tindak pidana korupsi, perlindungan kepentingan hukum direksi berdasarkan doktrin BJR cenderung diabaikan dan jarang diterapkan. Pada praktik hukum acapkali terlihat bahwa hampir-hampir tidak dapat dibedakan dua asas penting dalam sistem hukum Indonesia menyangkut kedudukan negara, terutama terhadap status kekayaan negara dalam suatu perseroan. Sering kali tidak dapat dibedakan dengan jelas, apakah hal tersebut masuk dalam lingkungan hukum publik ataukah dalam lingkungan hukum privat, lebih khusus lagi menyangkut perseroan yang telah menjadi perusahaan publik (status terbuka, yang sahamnya dimiliki oleh banyak pihak dan diperdagangkan di pasar modal atau bursa efek).
Hal ini berdampak negatif dalam upaya membangun BUMN yang tangguh, berdaya saing, dan bernilai tambah. Ketika BUMN dihadapkan pada tantangan berskala global, seharusnya ada kepastian bahwa para direksi mendapat kesempatan mengambil keputusan dengan standar-standar global sehingga dapat bersaing dalam arena permainan yang setara dengan para direksi badan usaha bukan BUMN.
Dalam buku ini, yang didasarkan pada disertasinya yang berjudul Penerapan BJR dalam Restrukturisasi Transaksi Komersial PT (Persero) Berdasarkan UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Dr. Prasetio menjelaskan dengan meyakinkan bahwa keputusan bisnis direksi persero untuk melakukan restrukturisasi transaksi komersial persero, khususnya yang terkait dengan transaksi dan/atau investasi, harus dilakukan berdasarkan fiduciary duty yang memenuhi unsur-unsur doktrin BJR dengan menerapkan sistem pengendalian internal (internal control-system) yang efektif, manajemen risiko yang mengutamakan kualitas proses kehati-hatian (prudent risk management) dan kebijakan akuntansi manajemen maupun keuangan yang konservatif, serta sistem pengawasan (audit) internal maupun eksternal persero yang independen.
Apabila syarat tersebut dipenuhi, kerugian persero atau corporate loss yang diakibatkan dari penerapan doktrin BJR tidak merupakan kerugian negara, tetapi merupakan kerugian perusahaan yang lazim disebut risiko bisnis. Dalam buku ini Dr. Prasetio juga menggambarkan bahwa ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan saat ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan risiko bagi para direksi persero untuk mengambil keputusan bisnis mengingat dalam praktiknya doktrin BJR cenderung diabaikan. Oleh karena itu, Dr. Prasetio mengusulkan perluanya harmonisasi peraturan-perundang-undangan.
Buku ini merupakan hasil penelitian penulis selama menempuh pendidikan doktoral (S3) hingga lulus dengan predikat cum laude pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan judul disertasi: Penerapan Business Judgment Rule dalam Restrukturisasi Transaksi Komersial PT (Persero) Berdasarkan UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Buku yang diluncurkan pada Rabu, 4 Juni 2014 ini tak dapat dipisahkan dari perenungan dan internalisasi pengalaman penulis selama 30 tahun lebih berkarier di dunia korporasi, dan sebagian besar diantaranya terlibat dalam pengambilan keputusan, di perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Diakui oleh Penulis ketertarikannya pada penerapan Business Judgment Rule didorong dan diperkuat oleh pengamatan dan pengalamannya melihat bahwa doktrin BJR tersebut seharusnya lebih mendapat tempat di Tanah Air kita demi lebih memajukan dunia bisnis, khususnya BUMN.
Hal itu yang mendorong penulis kembali ke kampus tiga tahun lalu dan mengikuti program studi doktor di FH UGM dengan harapan dapat meneropong dan mendalami doktrin ini melalui pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah itu pula yang tetap menjadi prinsip yang mendasari penulisan buku ini, walaupun disajikan dalam bentuk yang lebih populer dan mudah dibaca. Harapannya pemikiran dan gagasan yang ada dalam buku ini dapat menjadi masukan bagi pelaku sektor usaha dimana BUMN termasuk di dalamnya sebagai pelaku usaha strategis.
Minggu, 01 Juni 2014
Beli di Market Place :
| Tokopedia (Diskon 25%)
| Shopee (Diskon 25%)
Versi eBook :
| Playstore
| Google Book
Tentang Penulis
Prof. (HC-UNS) Dr. Drs. Prasetio, Ak., CA, S.H., M.Hum.
Prof. (HC-UNS) Dr. Drs. Prasetio, Ak., CA, S.H., M.Hum. Lahir di Surabaya pada tahun 1960. Memulai kariernya sebagai bankir selama lebih dari 20 tahun, di Bank Niaga, BPPN, dan menjadi Direktur di Bank Danamon. Selanjutnya oleh pemerintah diminta mengelola sejumlah BUMN. Di antaranya, menjadi Direktur Keuangan di PT (Persero) Merpati Nusantara Airl...