Telekomunikasi merupakan industri yang mengalami perubahan begitu cepat. Setelah mengalami masa keemasan hingga pertengahan 1990-an, mulai tahun 1996 industri telekomunikasi global mengalami penurunan cukup signifikan. Lalu di era 1998-2000 terjadi dot-com bubble di mana industri internet booming. Perkembangan ini melahirkan pelaku bisnis ICT (Information and Communication Technology) yang bisnis modelnya sama sekali berbeda dan dalam banyak hal “mengganggu” kelangsungan hidup industri telekomunikasi konvensional. Apalagi setelah muncullah perusahaan-perusahaan pemberi layanan over the top (OTT) seperti Yahoo, Google, Amazon, bahkan hingga kini kemuculan industri seperti Gojek, Bukalapak di Indonesia yang dalam sekejap menjadi ‘raksasa-raksasa’ bisnis.
Tak mengherankan, industri telekomunikasi dipaksa berubah. Di sejumlah negara, perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang hanya mengandalkan penyediaan layanan jaringan (layanan telekomunikasi konvensional), banyak yang mati atau mengecil ukuranya. Bisa dipahami karena sekarang banyak perusahaan OTT yang menawarkan layanan seperti layanan yang diberikan industri telekomunikasi konvensonal seperti voice dan texting. Selain itu, tak sedikit perusahaan OTT yang mampu memberikan layanan yang tidak terpikirkan sebelumnya namun diterima pasar dengan begitu cepat, seperti berkembangnya layanan financial technology (fintech).
Namun, kenapa banyak juga perusahaan-perusahaan telekomunikasi “konvensional” yang mampu bertahan dan berkembang? Tentu saja mereka bisa tetap berkembang bukan dengan sendirinya tetapi karena mampu mengembangkan beragam program mengikuti perkembangan dan perubahan zaman.
Telkom pun memutuskan untuk beradaptasi dengan perubahan bahkan melakukan transformasi bisnis untuk menyambut era digital yang makin masif dan menyatu dengan perubahan zaman yang makin digitalized dalam berbagai segi kehidupan. Telkom bertransformasi dari telecommunication company (telco) menjadi digital telecommunication company (digital telco). Sebagai digital company, Telkom tak sekadar menjalankan bisnis digital (doing digital), tetapi harus berusaha memiliki karakter perusahaan digital (being digital). Ini tantangan luar biasa karena secara native Telkom bukanlah perusahaan digital melainkan digital migrant. Terlebih-lebih Telkom dan Grup Telkom memiliki SDM sekitar 24.000 orang. Sudah begitu, generasi SDM Telkom Group hampir 60-70% adalah non-milenial yang karakter digitalnya perlu di-up-grade dengan pendekatan dan sistem yang sesuai. Yang luar biasa, Telkom adalah salah satu dari sedikit perusahaan telekomunikasi yang bisnisnya masih bisa tumbuh dengan dua digit. Salah satu kuncinya adalah pengelolaan SDM (human capital) melalui Human Capital Management (HCM).
Bagaimana Telkom melakukannya?
Being digital membutuhkan hard skill, soft skill, leadership, culture, dan organisasi digital. Peneliti dari Deloitte menyebutkan, bertransformasi menjadi perusahaan digital perlu memahami sederet karakter kultur digital seperti harus lebih agile (lincah) dalam mengadopsi dan mengadaptasi lingkungan, mendorong karyawannya untuk lebih berani mengambil risiko, bekerja secara kolaboratif, dan “data centric” dalam setiap pengambilan keputusannya. Ini semua menjadi tantangan HCM.
Tantangan HCM pada dasarnya bisa dikelompokan ke dalam tiga area yaitu terkait people, culture, dan organisasi. Mengenai people, tantangan utamanya adalah munculnya fenomena milenial, gig economy, employee experience, dan talent war. Untuk aspek culture, bagaimana beradaptasi dengan always on culture. Sedangkan terkait organisasi menyangkut pengembangan organisasi agar menjadi organisasi yang agile, flat, dan open.
Buku ini membahas bagaimana HCM Telkom melakukan transformasi di bidang people, culture, dan organizaiton berdasarkan pengalaman penulis sebagai Direktur HCM Telkom periode 2014-2019. Mengambil judul “Get the Essence!” karena saripati (esensi) pengelolaan SDM (HCM), menurut penulis, pada dasarnya adalah praktik. Sudah banyak buku yang membahas berbagai teori pengelolaan SDM, namun bagi perusahaan kadang benchmark dari perusahaan lain sering kali lebih mudah diimplementasikan ketimbang menerapkan teori. Mungkin karena itulah kenapa Telkom menjadi salah satu BUMN yang menjadi tujuan benchmarking dalam bidang pengelolaan SDM (HCM) baik oleh kalangan sesama BUMN, swasta, atau lembaga dan organisasi-organisasi nirlaba.
Get the Essence! (buku ini) menulis sejumlah best practice pengalaman Telkom Group dalam mengelola dan mengembangkan human capital dan mengubah corporate culture dan organisasi perusahaan sesuai dengan tuntutan era Industry 4.0. Sebagai digital company, banyak terobosan-terobosan yang dilakukan Telkom seperti:
- “The way of Thinking Behind Telkom HCM Transformation”
- The New Way We Do: Dynamic, Creative, & Fun
- Bagaimana Telkom Menemukan Best Talent melalui berbagai cara dan pendekatan yang progresif
- Program Develop Great People
- Pengembangan dan peran Telkom Corporate University untuk mendongkrak bisnis Telkom Group
- Membangun karakter milenial di seluruh SDM Telkom Group melalui sistem dan e-learning system.
- Menjaga talent agar tak pergi dengan memperkenalkan Total Reward Framework yang meliputi foundational rewards, performance-based rewards, serta career and environmental rewards.
- Dll
Diharapkan buku ini bisa menjadi sarana berbagi ilmu dan menularkan semangat Great People Telkom Group ke khalayak yang lebih luas.
Rabu, 12 Agustus 2020
Beli di Market Place :
| Tokopedia (Diskon 25%)
| Shopee (Diskon 25%)
Versi eBook :
| Playstore
| Google Book
Tentang Penulis
Herdy Harman, S.H., MBA, LLM
Herdy harman : Lelaki kelahiran Bandung, 28 Juni 1963 ini adalah praktisi pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang bisa dikatakan mumpuni. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1986 dan peraih Master of Business Administration dari MBA Bandung – AIM Philipines, c.q Telkom University serta Master......
Buku Lainnya
DILEMA BUMN
| Store Rayyana Diskon 27%
| Diskon 25% | Diskon 25%
| Playstore | G Book