Mary Robinson, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, berpidato dalam pertemuan Badan Urusan Hak Asasi dan Lingkungan PBB pada 2002. Dengan tegas dia mengatakan, sekarang waktu yang ideal untuk memeriksa kaitan antara kerusakan lingkungan hidup, kemiskinan struktural, dan sejumlah kejahatan ataupun pelanggaran hak asasi manusia.
Manusia di seluruh dunia menghadapi tantangan lingkungan hidup yang luar biasa dalam bentuk pemanasan global, polusi, kehilangan keragaman hayati, deforestasi dan penggurunan, dan lain-lain. Sebuah keresahan yang telah sejak tahun 1962 dituliskan oleh Rachel Carson (Silent Spring, 1962). Dalam paparannya, Carson menggambarkan bagaimana manusia begitu brutal dan pendek akal sehingga bisa-bisanya menghancurkan jaringan hidup yang rumit dan halus, sementara manusia sendiri adalah bagian utuh dari jaringan hidup tersebut.
Krisis ekologis makin dalam, bahkan kemungkinan akan menjadi lebih buruk. Eksploitasi mengubah sumber daya alam menjadi limbah beracun bisa lebih cepat daripada restorasi terhadap ekosistem alam, alasan pengelolaan dengan insting dan hukum reproduksi kapital, tidak meletakkan sumber daya alam sebagai kerangka hidup kemanusiaan. Sumber daya alam dalam kerangka itu dikalkulasi sebagai pertumbuhan ekonomi untuk melayani pasar dan laba penguasa modal.
Sampai saat ini, masalah lingkungan hidup global sebagian besar telah ditangani melalui mesin hukum lingkungan hidup internasional. Tujuan utama hukum lingkungan hidup adalah sebagai pembatas dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Sementara itu, sistem hak asasi manusia (HAM) menawarkan norma dan mekanisme ekstra-hukum untuk mengatasi kegiatan suatu institusi baik negara maupun non-negara yang berimplikasi pada HAM dan degradasi lingkungan hidup.
Ada tiga alasan utama untuk menggabungkan keprihatinan lingkungan hidup ke bidang hak asasi manusia. Pertama, ranah mekanisme dan metode hak asasi manusia yang khusus membantu mempromosikan perlindungan lingkungan hidup. Menempatkan keprihatinan lingkungan hidup di dalam tradisi hak asasi manusia merupakan respons terhadap ketidakmampuan hukum lingkungan hidup internasional, kebijakan, dan administrasi serta legislatif otoritas nasional untuk mengatasi masalah vital ini.
Alasan kedua, isu lingkungan hidup sampai sekarang masih dianggap sebagai hak istimewa pembuat kebijakan, makin meningkat jadi masalah penting bagi pembela hak asasi manusia, hakim, dan pemangku kepentingan lain. Hak atas lingkungan hidup akan melengkapi aktivis hak asasi manusia, aktivis lingkungan hidup, dan korban degradasi lingkungan hidup dengan alat kuat sebagai “dinding kedaulatan”.
Alasan ketiga, pendekatan hak asasi manusia terhadap masalah lingkungan hidup akan menjadi khusus dalam hukum HAM internasional dan nasional. Pada 2008, Dewan HAM PBB resmi menyatakan kerusakan lingkungan hidup dan perubahan iklim sebagai masalah hak asasi manusia. Pada saat yang sama, banyak instrumen HAM regional dan konstitusi nasional secara eksplisit mengakui hak atas lingkungan hidup, meskipun di bawah formulasi yang berbeda. Pernyataan hak yang muncul ini pun masih menimbulkan perdebatan dan perbedaan pandangan tentang definisi, ruang lingkup, sifat, dan pelaksanaannya.
Lingkungan hidup penting untuk kelangsungan hidup manusia. Faktanya, lingkungan hidup yang bersih memang berfungsi sebagai dasar untuk mencapai penghidupan manusia sepenuhnya. Karena alasan inilah perlindungan terhadap lingkungan hidup menjadi topik bahasan berbagai pihak dalam beberapa tahun terakhir. Buku ini hadir untuk menjawab kaitan antara Lingkungan Hidup dan HAM. Hal ini juga didukung oleh pendapata banyak cendekiawan, pasalnya, kedua bidang tersebut berusaha menghasilkan kondisi lebih baik bagi kehidupan di bumi. Sementara hukum lingkungan hidup berupaya melindungi alam untuk dirinya sendiri dan manusia, hak asasi manusia memungkinkan individu dan kelompok mengklaim hak mereka.
HAM dan lingkungan hidup saling terkait. HAM tidak dapat dinikmati tanpa lingkungan hidup yang aman, bersih, sehat, dan berkelanjutan. Tata kelola lingkungan hidup yang berkelanjutan tidak bisa ada tanpa penerapan dan penghormatan terhadap HAM.
***
Kata Mereka tentang Buku ini
“Melalui buku ini, M. Ridha Saleh membantu kita untuk memahami masalah lingkungan hidup sebagai masalah hak asasi manusia.”
Arianto Sangadji
Kandidat Ph.D. di York University, Canada
"Hadirnya buku ini makin memperkaya khazanah bacaan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Terlebih, buku ini secara ganas menjelaskan bagaimana kejahatan lingkungan jelas merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia?sesuatu yang banyak sekali terjadi di Indonesia."
Haris Azhar, S.H., M.A.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation
“Buku ini kaya informasi. Kekayaan itu didasarkan pada pengalaman empiris dari penulis sebagai aktivis lingkungan hidup, anggota Komnas HAM RI, dan mediator profesional yang memperluas perspektifnya. Kekayaan tambahan dari sederet rujukan ilmiah dan dokumen-dokumen resmi akan sangat membantu pembaca untuk melakukan pendalaman lebih lanjut.”
Sandrayati Moniaga
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM RI
Periode 2012-2017 dan 2017-2022
“WALHI berharap buku ini bisa menjadi satu referensi bagi berbagai kalangan, untuk bisa memahami konsep hak asasi manusia, hak atas lingkungan hidup, dan perjalanan sejarah diskursus, serta pemajuan hak-hak ini untuk benar-benar bisa dipenuhi oleh negara.”
Nur Hidayati
Direktur Eksekutif Nasional WALHI
***
Selasa, 13 Oktober 2020
Beli di Market Place :
| Tokopedia (Diskon 25%)
| Shopee (Diskon 25%)
Versi eBook :
| Playstore
| Google Book
Tentang Penulis
M. Ridha Saleh
M. Ridha Saleh dilahirkan di Palu, Sulawesi Tengah, tahun 1970. Menyelesaikan pendidikan pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako. Saat ini sedang mengambil program magister di salah satu universitas di Jakarta, bidang studi ekonomi politik.
Semasa mahasiswa aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, p...
Buku Lainnya
DILEMA BUMN
| Store Rayyana Diskon 27%
| Diskon 25% | Diskon 25%
| Playstore | G Book