Banyak negara memproyeksikan masa depannya hingga tahun 2030, 2040, atau 2050. Indonesia sendiri memiliki target emas untuk tahun 2045, di mana pada saat itu usia kemerdekaan Republik Indonesia akan mencapai 100 tahun, yang disebut sebagai Indonesia Emas 2045.
Banyak proyeksi positif tentang Indonesia Emas 2045. Presiden Joko Widodo menyebutkan visi Indonesia 2045 diarahkan pada perwujudan Indonesia yang maju, adil, dan makmur dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada 2045, Indonesia diharapkan menjadi negara maju dan salah satu dari lima kekuatan ekonomi dunia dengan kualitas manusia yang unggul serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, kesejahteraan rakyat yang jauh lebih baik dan merata, serta ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan yang kuat dan berwibawa.
Namun, jalan menuju ke sana tidak akan mudah. Sepanjang perjalanan menuju 2045, akan muncul beragam ancaman yang pada tahapan tertentu bisa mengganggu langkah pencapaian Indonesia Emas 2045. Tentu ini bukan gambaran sikap pesimistis, melainkan lebih pada sikap preventif dan mawas diri, terlebih-lebih karena secara alamiah peluang selalu berdampingan dengan ancaman. Mengupas ancaman, pada dasarnya, adalah untuk memuluskan harapan yang sedang dibangun dengan menumbuhkan kesadaran dan meningkatkan mawas diri sehingga mampu meminimalisasi ancaman yang dihadapi.
Banyak kajian tentang ancaman potensial di masa depan. Kajian paling umum di dunia intelijen adalah menyangkut Astagatra yang meliputi dua kelompok aspek yaitu aspek alamiah dan aspek sosial. Aspek alamiah disebut juga Trigatra karena meliputi tiga aspek yaitu geografis, demografis, dan sumber daya alam. Adapun aspek sosial disebut Pancagatra karena meliputi lima aspek yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Setiap aspek dalam Astagatra memiliki ancaman sendiri-sendiri sesuai dengan hakikatnya. Namun, belakangan, ada kekhawatiran bahwa perkembangan teknologi bisa memberikan ancaman kepada semua aspek Astagatra secara bersamaan ataupun sendiri-sendiri. Perkembangan teknologi siber yang disertai dengan makin beragamnya perangkat yang terhubung ke internet (Internet of Things/IoT), selain menyebabkan batas dunia seolah-olah menyusut, pada saat bersamaan, keterhubungan itu meningkatkan kebutuhan akan big data yang makin besar. Semua pengelolaan aspek Astagatra akhirnya berbasiskan big data. Padahal, ini bisa menyebabkan sejumlah pihak mendominasi informasi karena kemampuannya menguasai teknologi. Dominasi ini memiliki implikasi besar terhadap komunitas pertahanan keamanan dan masyarakat secara umum karena hampir setiap sektor akan terkena dampaknya.
Dengan kata lain, dunia siber yang makin berkembang, menjadikan kehidupan manusia makin sulit menghindar dari perannya. Negara-negara di dunia dipaksa beradaptasi dengan perkembangan ini. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 menjadi akselerator yang tidak bisa diajak kompromi sehingga hampir segala sumber daya diarahkan agar bisa online.
Di satu sisi ini terbukti menguntungkan, tetapi di sisi lain ada dampak negatif yang tidak bisa dianggap sepele. Peretasan merebak, data-data berharga berpindah penguasaannya, kerugian material dan imaterial membengkak. Dunia hitam tertawa, “dunia putih” merana. Kejahatan berlipat, kerawanan meningkat.
Para penguasa pun kerepotan karena ada penguasa yang nyaris tak kasatmata, tetapi dampaknya nyata tengah merajalela. Dunia siber memang memiliki sisi gelap yang makin pekat. Celakanya, banyak dari kita yang tanpa sadar menodai diri sendiri, mulai dari melakukan hal sepele seperti berbagi kebohongan di media sosial hingga melakukan transaksi jahat bergelimang dosa. Dekadensi moral, kerusakan infrastruktur, dan perang tak berwujud berbasis siber (cyber warfare) meningkat.
Buku ini mengupas penguasa baru dalam kehidupan kita yang akhir-akhir ini makin digdaya, yakni praktik kehidupan berbasis internet (siber). Sejumlah contoh membuat kita menggigil karena ngeri, atau mengelus dada karena tak berdaya. Apa yang terjadi dan bagaimana mengatasinya? Buku ini mencoba mengkritisi sisi gelap para penguasa invisible dunia siber dan bagaimana dunia menyikapinya. Ini bukan semata-mata urusan negara, ini urusan kita dan diri kita sendiri. Apakah kita sudah terjerat?
Rabu, 23 Maret 2022
Beli di Market Place :
| Tokopedia
| Shopee
Versi eBook :
| Playstore
| Google Book
Tentang Penulis
Jenderal Polisi (P) Prof. Dr. Budi Gunawan, S.H., M.Si.
Jenderal Polisi (P) Prof. Dr. Budi Gunawan, S.H., M.Si. lahir di Solo, 11 Desember 1959. Ia meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Trisakti dengan predikat summa cum laude pada 2018. Setelah lulus dari pendidikan menengah, ia melanjutkan pendidikan di Akabri Bagian Kepolisian dan lulus pada 1983. Pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolis...
Inspektur Jenderal Polisi Dr. Barito Mulyo Ratmono, S.I.K., M.Si.
Inspektur Jenderal Polisi Dr. Barito Mulyo Ratmono, S.I.K., M.Si.. lahir di Jakarta, 18 November 1974, merupakan putra pertama dari pasangan H. Mulyono dan Hj. Ratna. Ia menikah dengan Hening Fitricia, S.E., M.M. dan dikaruniai dua orang anak yaitu Aurelia Putri Rifito dan Fathan Putra Rifito.
Barito menempuh pendidikan dasar dan menengah pertama d...
Buku Lainnya
DILEMA BUMN
| Store Rayyana Diskon 27%
| Diskon 25% | Diskon 25%
| Playstore | G Book